Beruntung Lho mendikbud..........., bukan Kader PKS.................
Andaikan Mendikbud kader PKS,............. sudah pasti media massa, baik cetak maupun
elektronik, baik online maupun offline, terutama di Kompasiana ini akan penuh
berita, artikel, komentar yang akan mem-bully habis-habisan partai dakwah ini.
Keterlambatan pelaksanaan UN adalah kesalahan fatal, namun cukup dengan minta
maaf persoalan dianggap selesai. Beruntunglah Mendikbud M. Nuh ini, meskipun
bukan media darling tetapi dia berasal dari partai Demokrat bukan PKS. Kalau
bukan PKS, kurang asyik di-bully-nya.
Andaikan Mendikbud kader PKS, sudah pasti nasibnya bagaikan hidangan lezat di meja makan yang dikelilingi oleh para pecandu caci maki dan sumpah serapah yang siap memuntahkan semua kebencian berbalut kritik dan saran. Para penulis ’spin doctor’ di berbagai media yang sehari-harinya mencari nafkah dengan menghujat PKS, tentu seperti mendapatkan amunisi baru yang siap diberondong ke PKS dan segala sesuatu yang terkait dengannya. Tetapi beruntunglah M. Nuh adalah bukan kader PKS.
Andaikan Mendikbud kader PKS, sudah tentu bapak presiden akan mengatakan “Saya belum melihat langkah-langkah yang lebih serius, nyata, dan kemudian masalah itu bisa diatasi jajaran terkait.” Karena Mendikbud kader Demokrat, maka SBY cukup berkicau di account twitter nya yang kira-kira bunyinya begini @SBYudhoyono : Saya turut prihatin atas keterlambatan pelaksanaan UN di 11 wilayah. Keprihatinan saya sungguh keprihatinan yang seprihatin-prihatinnya. Lebih prihatin daripada siswa yang bernama Suprihatin. #UNtelat. Ya..beruntunglah Mendikbud bukanlah seperti Mentan yang orang PKS itu.
Andaikan Mendikbud kader PKS, sudah pasti insan yang mengaku pluralis dan sekularis akan mengeluarkan pernyataan bahwa ini semua karena PKS membawa-bawa agama dalam pendidikan. Agama adalah urusan pribadi dengan tuhan tidak perlu dimasukkan dalam kurikulum pendidikan kita. Jadi Mendikbud itu jangan coba-coba mengislamisasi pendidikan. Begitu kira-kira pernyataan para sekularis yang mengaku pluralis. Tetapi…sekali lagi beruntung banget mendikbud kita ini karena ternyata dia bukanlah kader PKS.
Andaikan Mendikbud kader PKS, sudah tentu KPK akan melakukan penyadapan terhadap M. Nuh dengan para bos percetakan yang mendapatkan proyek pencetakan soal UN yang menelan biaya hampir 100 milyar ini (untuk biaya cetak doang). Lalu KPK akan menjemput M. Nuh dari kantor Mendiknas karena telah mengantongi dua bukti untuk menjadikannya tersangka. Untungnya…sekali lagi untungnya nih… Mendikbud bukanlah kader PKS. Jadi KPK tidak perlu lah membuat skenario semacam itu.
Andaikan Mendikbud kader PKS, sudah tentu para pengamat dari berbagai lembaga survei akan merilis hasil surveinya yang menyatakan PKS akan jeblok di 2014. Pertanyaan yang diajukan ke responden adalah “Seandainya pemilu dilaksanakan hari ini..bla..bla..bla”. Tetapi..karena Mendikbud bukanlah kader PKS, lembaga survey merasa tidak perlu membuat survey karena “kalau bukan PKS tidak menjual” katanya.
Terkhir…Andaikan Mendikbud kader PKS, sudah tentu para kader lainnya yang duduk di legislatif akan membantu mencari solusi bagaimana agar kejadian tersebut tidak terulang lagi. Mereka akan mengawasi siapa pemain tender nakal yang hanya mementingkan keuntungan. Karena sebagaimana kasus impor daging sapi dan bawang, penyebab harga mahal ternyata adalah importir nakal yang sengaja mempermainkan harga.
Dalam kasus UN ini, percetakan yang memenangkan tender proyek pengadaan
soal UN harus diperiksa oleh KPK. Ingat Diknas menghabiskan 600 milyar untuk
proses UN ini. Seperenamnya untuk percetakan. Tetapi apa hasilnya? “Tertundanya
UN di sebelas propinsi ini merupakan keteledoran yang ketiga dalam tempo enam
bulan, dan ini jelas telah mengecewakan masyarakat pendidikan Indonesia.
Ibarat
striker bola, Kemdikbud sudah mencetak hat trick keteledoran dalam hal
penggunaan anggaran dan pelaksanaan program rutin kementerian. Mulai dari uang
tunjangan sertifikasi guru, kemudian beasiswa bidik misi, dan sekarang UN gagal
serentak. Ketiga-tiganya macet dan mengecewakan,” ujar Anggota Komisi X DPR RI,
Herlini Amran, disela-sela kunker resesnya turut memantau pelaksanaan UN yang
ternyata gagal dilaksanakan serentak se-Indonesia.
*Oleh: Emha Ibnu Masil / politik.kompasiana.com*
*Oleh: Emha Ibnu Masil / politik.kompasiana.com*
0 comments:
Posting Komentar