7/15/2013
Suasana di lokasi Rabi’ah Al-Adawiyah lebih mirip Mekkah saat musim haji, ketimbang suasana orang yang sedang demonstrasi; hal ini diungkapkan seorang wanita yang diwawancarai NBC News pada Sabtu 13 Juli 2013.
Bagaimana tidak demikian, puluhan ribu orang yang berkumpul di sana selain menggelar aksi dukungan bagi Mursi juga melakukan berbagai macam aktivitas ibadah, membaca al-Qur’an dan berdo’a. Mereka nampaknya tidak ingin melewatkan momentum ibadah Ramadhan begitu saja.
Puasa Ramadhan yang mereka laksanakan 14 jam sehari di bawah panas matahari yang menyengat ternyata tidak melemahkan tekad mereka untuk mengembalikan kekuasaan yang direnggut paksa. Siang hari ada pria yang berkeliling sambil membawa semprotan air, menyiram wajah-wajah orang-orang yang kepanasan. Terlihat juga pemuda membawa bongkahan besar es, untuk pendingin udara.
“Allah menolong kami, baik puasa atau sedang tidak puasa, karena kami punya tujuan, dan tujuan kami sah,” kata Ahmad Khalil, seorang guru yang bertugas menjadi penjaga keamanan dalam demonstrasi tersebut, tetap semangat di tengah suhu 32,7 derajat celcius.
Ismail, yang juga seorang guru, mengaku tetap akan berada di sana hingga Mursi kembali memimpin. Dia berpuasa, dan mengatakan puasa justru membuat mereka lebih kuat.
“Faktanya puasa membuat kami lebih kuat dan memberi kami energi, karena hubungan kami dengan Allah sangat dekat. Kami berdoa di tengah terik Matahari. Kami menyeru pada Allah. Kami meminta kemenangan, dan Insya Allah, kami akan mendapatkannya,” kata Ismail.
Demonstran yang lain, Dr. Wafaa Hefny, seorang profesor bidang sastra berusia 46 tahun, menegaskan tekadnya untuk bertahan melakukan aksi sampai tetes darah penghabisan.
“Ramadan adalah bulan kemenangan bagi Islam. Kami tidak akan berhenti, sampai Mursi kembali memimpin atau kami terbunuh di sini,” tegasnya.
Sumber :al-intima.com
Posted in: RAGAM BERITA
0 comments:
Posting Komentar