Kairo, Mesir - Kaum independen kini bergabung dengan Ikhwanul Muslimin menyuarakan pengembalian Mohammad Moursi sebagai presiden sah Mesir.
"Saya bukan (anggota) Ikhwanul Muslimin, saya ini profesional, mendambakan Mesir sebagai negara demokrasi hakiki," kata Dr. Mohamed Al Farouk kepada ANTARA di kerumunan demo pendukung Moursi di depan kampus Cairo University, Giza, bagian barat Kairo, Jumat.
Farouk, dosen di Cairo University, mengatakan penampilan Presiden Moursi dalam setahun pemerintahannya memang ada kelemahan manajemen tetapi itu bukan pembenaran untuk melengserkan dia secara paksa oleh tentara.
"Saya ini pengeritik Moursi agar ia memperbaiki manajemen pemerintahannya. Tapi saya juga maklumi, siapapun memimpin Mesir saat krisis multidimensi ini pasti mengalami hal serupa," ujarnya.
Aminah Wahab, seorang wanita yang tidak berjilbab, juga berpendapat serupa.
"Awalnya saya maklumi pelengseran Moursi. Tapi belakangan hati nurani saya tidak menerima ketika pers dibungkam oleh penguasa otoriter pasca-kudeta," ujar wanita setengah baya itu.
Karyawati bank pemerintah itu merujuk pada pembungkaman sejumlah media massa cetak dan elektronik pasca-pelengseran Moursi yang dianggap pro-Ikhwanul Muslimin.
Selain media massa setempat, jaringan televisi berbahasa Arab yang sangat berpengaruh di Timur Tengah, Aljazeera juga dilarang mengudara di Mesir sejak Rabu, tak lama setelah pelengseran Moursi.
Kantor biro Aljazeera di Kairo diobrak-abrik pihak keamanan dan beberapa reporternya dipaksa berhenti mengudara saat siaran langsung di Bundaran Tahrir dan ditahan, kata manajemen televisi yang berpusat di Doha, Qatar.
Ahmed Al Goundy, mahasiswa teknik dari Univeritas Al Azhar mengaku baru pertama kali turun ke jalan untuk menentang kudeta.
"Terus terang, saya bukan pro atau pendukung pemerintah. Ini pengalaman pertama saya bergabung untuk memperjuangkan demokrasi yang benar," tutur Al Goundy di Bundaran Masjid Rabiah Adawiyah.
*AntaraNews
0 comments:
Posting Komentar