Jakarta - Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) dinilai sudah tak lagi menjadi lembaga negara yang bersih dari kepentingan politik penguasa. Hal itu terlihat dari pengungkapan aliran dana dalam perkembangan penyidikan kasus suap impor sapi yang tampak begitu mudah dan lancar keluar dari PPATK.
Demikian penilaian Guru Besar Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf. Sebab, kondisi tersebut sangat bertolak belakang dengan penyidikan kasus mega skandal korupsi khususnya kasus Century dan Hambalang.
"Persepsi itu tidak bisa disalahkan, jika kemudian kerjanya seperti itu. Kasus besar BLBI, kasus besar Century, kasus Hambalang, tidak seaktif kasus korupsi kecil," kata Asep kepada INILAH.COM, di Jakarta, Jumat (24/5/2013).
Dia menjelaskan, kasus mega skandal korupsi yang diduga melibatkan penguasa itu sudah cukup lama. Namun, menjadi pertanyaan kenapa hingga saat ini PPATK dan KPK tidak bisa mengungkap kasus korupsi Century dan Hambalang.
Apakah sebenarnya PPATK telah mengetahui aliran dana dalam dua kasus itu, namun tidak berani atau tidak boleh membukanya? Menurut Asep, jika PPATK dan KPK menutupi kasus tersebut, maka kedua lembaga negara itu telah menjadi alat politik penguasa.
"Kasus besar itu tidak muncul di PPATK. Jangan sampai satu pihak dizolimi, itu membuktikan bahwa KPK dan PPATK menjadi alat politik penguasa," tegas Asep.
Apakah ada tekanan atau kepentingan politik yang membonsai PPATK dalam dua kasus megakorupsi itu? Atau ada kepentingan tersendiri di balik sikap PPATK itu?
"PPATK harus menjadi alat negara bukan menjadi alat politik," tandas pengamat hukum Unpar itu.[yeh]
Demikian penilaian Guru Besar Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf. Sebab, kondisi tersebut sangat bertolak belakang dengan penyidikan kasus mega skandal korupsi khususnya kasus Century dan Hambalang.
"Persepsi itu tidak bisa disalahkan, jika kemudian kerjanya seperti itu. Kasus besar BLBI, kasus besar Century, kasus Hambalang, tidak seaktif kasus korupsi kecil," kata Asep kepada INILAH.COM, di Jakarta, Jumat (24/5/2013).
Dia menjelaskan, kasus mega skandal korupsi yang diduga melibatkan penguasa itu sudah cukup lama. Namun, menjadi pertanyaan kenapa hingga saat ini PPATK dan KPK tidak bisa mengungkap kasus korupsi Century dan Hambalang.
Apakah sebenarnya PPATK telah mengetahui aliran dana dalam dua kasus itu, namun tidak berani atau tidak boleh membukanya? Menurut Asep, jika PPATK dan KPK menutupi kasus tersebut, maka kedua lembaga negara itu telah menjadi alat politik penguasa.
"Kasus besar itu tidak muncul di PPATK. Jangan sampai satu pihak dizolimi, itu membuktikan bahwa KPK dan PPATK menjadi alat politik penguasa," tegas Asep.
Apakah ada tekanan atau kepentingan politik yang membonsai PPATK dalam dua kasus megakorupsi itu? Atau ada kepentingan tersendiri di balik sikap PPATK itu?
"PPATK harus menjadi alat negara bukan menjadi alat politik," tandas pengamat hukum Unpar itu.[yeh]
0 comments:
Posting Komentar