Jakarta - Kudeta militer di Mesir merupakan penistaan terhadap demokrasi. Bagi bangsa yang tengah mengalami transisi demokrasi seperti Indonesia, peristiwa yang terjadi di Mesir menjadi pelajaran yang sangat berharga.
Anggota Komisi Pertahanan, Informasi, dan Hubungan Luar Negeri Budiyanto mengemukakan hal tersebut di Jakarta, Kamis (11/7). Menurut Budiyanto, demokrasi ditegakkan atas dasar partisipasi masyarakat, bukan kekuatan senjata sebagaimana yang terjadi di Mesir, di mana militer dengan semena-mena mengkudeta pemerintahan yang dipilih secara demokratis.
“Demokrasi tidak bisa ditegakkan dengan bedil. Kalau dengan bedil namanya juncta militer bukan demokrasi,” kata Budiyanto.
Menurut Budiyanto, peran militer dalam menjaga kelangsungan demokrasi sangat penting. Dalam negara demokrasi militer menjadi alat negara, bukan alat penguasa. Apalagi menjadi alat politik untuk kentingan kelompok tertentu.
“Jika militer melakukan pemihakan terhadap kekuatan politik tertentu, maka demokrasi akan menjadi tumbal,” terang Budiyanto.
Karena itu anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS ini menyatakan salut dengan profesionalisme militer di Indonesia dalam mengawal demokrasi. Militer di Indonesia tidak mau tergoda untuk terjun dalam dunia politik praktis, seperti masa lampau.
Sebelum era reformasi TNI memiliki doktrin dwi fungsi. Pertama menjaga keamanan dan ketertiban negara dan kedua memegang kekuasaan dan mengatur negara. Dengan peran ganda ini, militer diizinkan untuk memegang posisi di dalam pemerintahan.
“Kita bersyukur TNI kemudian melakukan reposisi, meninggalkan doktrin dwi fungsi, dan cukup menjadi alat negara saja,” kata master bidang nuklir lulusan Tokyo International University, Jepang ini.
Dengan begitu, imbuh Budiyanto, apa yang terjadi di Mesir tidak akan terjadi di Indonesia. Karena TNI akan menjaga stabilitas keamanan negara dari rongrongan berbagai pihak yang tidak bisa menerima kekalahan dalam berdemokrasi.
Lebih lanjut Budiyanto mengemukakan, apa yang terjadi di Mesir merupakan pelajaran demokrasi yang sangat buruk, bahkan tercela. Namun sayangnya para kampiun demokrasi, yang selama ini lantang berteriak pentingnya demokrasi, diam saja menyaksikan keduta di Mesir. Padahal kudeta di Mesir, lanjut Budiyanto, adalah kudeta atas nilai-nilai demokrasi.
Anggota Komisi Pertahanan, Informasi, dan Hubungan Luar Negeri Budiyanto mengemukakan hal tersebut di Jakarta, Kamis (11/7). Menurut Budiyanto, demokrasi ditegakkan atas dasar partisipasi masyarakat, bukan kekuatan senjata sebagaimana yang terjadi di Mesir, di mana militer dengan semena-mena mengkudeta pemerintahan yang dipilih secara demokratis.
“Demokrasi tidak bisa ditegakkan dengan bedil. Kalau dengan bedil namanya juncta militer bukan demokrasi,” kata Budiyanto.
Menurut Budiyanto, peran militer dalam menjaga kelangsungan demokrasi sangat penting. Dalam negara demokrasi militer menjadi alat negara, bukan alat penguasa. Apalagi menjadi alat politik untuk kentingan kelompok tertentu.
“Jika militer melakukan pemihakan terhadap kekuatan politik tertentu, maka demokrasi akan menjadi tumbal,” terang Budiyanto.
Karena itu anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS ini menyatakan salut dengan profesionalisme militer di Indonesia dalam mengawal demokrasi. Militer di Indonesia tidak mau tergoda untuk terjun dalam dunia politik praktis, seperti masa lampau.
Sebelum era reformasi TNI memiliki doktrin dwi fungsi. Pertama menjaga keamanan dan ketertiban negara dan kedua memegang kekuasaan dan mengatur negara. Dengan peran ganda ini, militer diizinkan untuk memegang posisi di dalam pemerintahan.
“Kita bersyukur TNI kemudian melakukan reposisi, meninggalkan doktrin dwi fungsi, dan cukup menjadi alat negara saja,” kata master bidang nuklir lulusan Tokyo International University, Jepang ini.
Dengan begitu, imbuh Budiyanto, apa yang terjadi di Mesir tidak akan terjadi di Indonesia. Karena TNI akan menjaga stabilitas keamanan negara dari rongrongan berbagai pihak yang tidak bisa menerima kekalahan dalam berdemokrasi.
Lebih lanjut Budiyanto mengemukakan, apa yang terjadi di Mesir merupakan pelajaran demokrasi yang sangat buruk, bahkan tercela. Namun sayangnya para kampiun demokrasi, yang selama ini lantang berteriak pentingnya demokrasi, diam saja menyaksikan keduta di Mesir. Padahal kudeta di Mesir, lanjut Budiyanto, adalah kudeta atas nilai-nilai demokrasi.
0 comments:
Posting Komentar