Berkhidmat Untuk Rakyat

Berkhidmat             Untuk            Rakyat

Selasa, 28 Mei 2013

PKS dan Politik Sepak Bola

 Sepak bola. Siapa diantara kita yang tidak mengenal olah raga satu ini. Sekarang sepak bola tidak lagi menjadi monopoli kaum lelaki, namun sudah banyak para wanita asyik begadang menonton gocekan maut Messi maupun Robin Van Persie.

Sejatinya jika dipikir, ternyata olah raga terpopuler sejagat raya ini ternyata sangat mirip dengan dunia politik. Jika dahulu politik diibaratkan seperti main catur, saat ini sepertinya politik juga pas dikaitkan dengan dunia mengolah si kulit bundar. Saya akan ulas tiga kesamaan politik dan sepak bola. Kenapa cukup “tiga”? karena PKS memang nomor 3.

Pertama, Ball Position Tidak Menjamin Kemenangan

Pada permainan sepak bola, tidak ada jaminan tim yang rajin menyerang mampu memenangkan pertandingan. Meski teori Sun Tzu mengatakan pertahanan terbaik adalah menyerang, namun banyak bukti di lapangan, pertandingan bola sepak dimenangkan oleh tim yang memiliki penguasaan bola yang lebih rendah.

Tengoklah saat final Liga Champions 2012 saat Chelsea berhadapan dengan Bayern Munchen. Secara matematika penyerangan dan penguasaan bola, Robben Cs berada di atas angin. Gempuran demi gempuran terus dilancarakan. Namun hasilnya tropi kebanggaan justru digondol Chelsea setelah menyelesaikan drama adu penalti.

Apa hubungannya dengan PKS? Saat ini media, para pengamat bahkan para politisi sebelah sering menyerang dengan pernyataan yang perih soal perkara yang mendera PKS. Secara kasat pikir, media sudah menggiring publik bahwa LHI dan PKS telah melakukan perbuatan biadab meski belum diputuskan tetap oleh hukum.

Para pengamat dan politisi lain pun tidak ingin tinggal diam untuk berselancar di atas darah PKS untuk meningkatkan popularitasnya.

Apa yang terjadi? Kader justru semakin kokoh. Serangan mereka (media, pengamat dan para politisi) memang terkadang merepotkan, namun gawang yang dijaga tetap tidak kebobolan.

Mereka mengira dominasi pemberitaan yang miring akan merontokan moralitas kader partai dakwah. Nyatanya pilkada Jabar dan Sumut justru dimenangkan oleh kader PKS. Inilah bukti bukti PKS mampu menggunakan serangan balik yang jitu.

Belum lagi sekarang justru bermunculan pengamat dan akademisi ternama yang memberikan pencerahan kepada masyarakat terkait kasus yang melanda LHI. Sebut saja Prof Romli dan Tengku Nasrullah yang intinya menyatakan KPK telah keliru memperkarakan LHI.

Kedua, Disiplin Pemain Kunci Kemenangan

Kenapa Chelsea mampu mengalahkan Munchen saat Liga Champions 2012 lalu pun dikarenakan para pemain “biru” itu mampu bermain disiplin mengikuti arahan pelatih.
 

Jika dibandingkan dengan "pemain" Partai Demokrat (PD) maka jelas beda. Kenapa PD menurut hasil survey rontak, karena PD yang mendapat ujian masih di bawah PKS langsung limbung dikarenakan salah satu penyebabnya adalah pengurusnya tidak disiplin.

Terlihat sekali para politisnya bermain tanpa arahan dari “pelatih”. Beda dengan PKS, yang hampir semuanya tertata. Bahkan acara politik terbesar (Indonesia Lawyers Club) dibuat garing dengan ketidak hadiran perwakilan PKS.

Saya pikir baru dua partai yang mendapat ujian yang paling berat di masa reformasi, yaitu Partai Golkar dan PKS.  Kenapa? Karena kedua partai tersebut sempat diwacanakan untuk dibubarkan.

Saya yakin, PKS setidaknya kualitas kadernya sama dengan Partai Golkar. Pada pemilu 1999 PG yang diminta bubar ternyata mampu bertengger di urutan kedua. Insya Allah berkat kedisiplinan kader yang kokoh, target PKS untuk menjadi partai 3 besar bisa tercapai.

Apalagi ketika para kader ditebar untuk mendengar masukan masyarakat, belum tentu 1 dari 10 orang yang didatangi kader PKS tertarik untuk mengomentari kasus yang sedang menguji PKS (impor sapi). Itu artinya masifnya media tidak terlalu berpengaruh bagi publik, atau masyarakat memahami KPK bertindak kurang fair terhadap PKS.

Saya memprediksi, asal PKS terus turun ke masyarakat suara dan menjaga kedisiplinan, PKS akan terus mengumpulkan pundi-pundi suara. Apalagi survey membuktikan kepuasan masyarakat terhadap KPK semakin merosot.

Ketiga, Penuh Bintang dan Nama Besar Belum Tentu Juara

Meski nama besar klub dan sederet pemain hebat adalah modal besar meraih kemenangan, namun belum tentu menjadi juara. Kurang apa Barcelona, Real Madrid maupun AC Milan atau Manchester United (MU)? Dari sisi kualitas dan keterkenalan pemain dan klub tidak ada yang meragukan.

Nyatanya yang masuk ke babak final Liga Champions 2013 adalah duo Jerman, Bayern Munchen dan Borusia Dortmund. Dua klub sepak bola yang secara nama kurang berkibar dibanding Barcelona, Real Madrid maupun Manchester United.

Saya merasa Bayern Munchen dan Dortmund seperti PKS dalam peta partai perpolitikan di Indonesia. PKS secara institusi dan nama tokoh besarnya memang belum sementereng Partai Golkar, PDIP dan Partai Demokrat. Pun begitu dengan Munchen dan Dortmund. Mereka masih kalah pamor dengan Barcelona, Real Madrid, AC Milan dan beberapa klub Inggris.

Namun kenyataannya Munchen dan Dortmund mampu menjadi dua klub terhebat di benua eropa tahun ini. mengapa demikian? Karena mereka berdua memiliki KUALITAS. KUALITAS manajemen tim.

Pun demikian dengan PKS yang menurut banyak pakar memiliki kualitas manajemen yang bagus, baik saat terkena badai maupun saat dalam keadaan normal. Asal ada kualitas maka nama besar akan terdongkrak secara alami, insya Allah. (@ibnusy_haq)

0 comments:

Posting Komentar

***

***

Entri Populer

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons | Re-Design by DPC PKS Jetis